Di Pondok Pesanten Nurul Wahid sendiri upacara kemerdekaan diikuti oleh para asatidz/ asatidzah, para santri dari jenjang SD – MA.Upacara dilaksankan dengan penuh khidmat di halaman Madrasah Aliyah Nuurul Waahid, Dengan Pembina upacara oleh Direktur Pondok Pesantren Nurul Wahid K.H. Thohari ,S.Pd.I
Upacara peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 di pondok pesantren memiliki dimensi historis dan spiritual yang sangat penting. Pada masa awal kemerdekaan, pondok pesantren bukan hanya sekadar lembaga pendidikan, tetapi juga pusat perlawanan terhadap penjajahan, tempat di mana nilai-nilai keislaman, kebangsaan, dan patriotisme diajarkan secara bersamaan.
Ketika proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan pada 17 Agustus 1945, pondok pesantren di berbagai daerah merespons dengan antusias. Para kyai dan santri, yang sebelumnya telah terlibat dalam perjuangan melawan penjajah, menyambut kemerdekaan dengan penuh rasa syukur. Dalam suasana yang penuh haru, mereka mengadakan upacara sederhana yang dipenuhi makna mendalam.
Upacara tersebut dimulai dengan pengibaran bendera Merah Putih, yang mungkin terbuat dari bahan sederhana karena keterbatasan pada masa itu. Bendera ini menjadi simbol perjuangan yang telah mereka lalui bersama-sama. Pengibaran bendera biasanya diiringi dengan pembacaan teks proklamasi oleh seorang kyai atau santri senior, diikuti dengan menyanyikan lagu kebangsaan “Indonesia Raya” dengan penuh semangat meskipun tanpa alat musik.
Setelah itu, para kyai biasanya memberikan ceramah atau nasihat yang menekankan pentingnya menjaga kemerdekaan yang baru diraih, mengingatkan para santri tentang pengorbanan para pahlawan, dan mengajak mereka untuk terus berjuang mempertahankan kemerdekaan, baik melalui pendidikan maupun tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Doa bersama kemudian dipanjatkan untuk keselamatan bangsa dan negara, serta untuk para pahlawan yang telah gugur.
Tidak jarang pula, pondok pesantren mengadakan kegiatan tambahan seperti lomba-lomba yang bertujuan untuk mempererat tali persaudaraan antar santri dan menanamkan semangat gotong royong. Meskipun lomba-lomba tersebut sederhana, seperti balap karung, panjat pinang, atau tarik tambang, namun nilai kebersamaan dan kebanggaan sebagai bangsa yang merdeka sangat terasa.
Upacara ini juga menjadi ajang untuk menanamkan rasa cinta tanah air kepada para santri. Dalam suasana yang penuh khidmat, mereka diajak merenungkan makna kemerdekaan, bukan hanya sebagai kebebasan dari penjajahan, tetapi juga sebagai peluang untuk membangun bangsa yang lebih baik berdasarkan nilai-nilai keislaman yang mereka pelajari di pesantren.
Sebagai lembaga yang memiliki akar kuat dalam masyarakat, pondok pesantren memiliki peran strategis dalam menyebarkan semangat nasionalisme. Melalui pendidikan yang holistik, pondok pesantren tidak hanya mencetak generasi yang taat beragama, tetapi juga mencetak patriot yang siap mempertahankan kemerdekaan dan mengisi kemerdekaan dengan pembangunan yang berkelanjutan.
Pada akhirnya, upacara 17 Agustus di pondok pesantren pada tahun 1945 bukan hanya sekadar perayaan kemerdekaan, tetapi juga menjadi momentum untuk memperkokoh komitmen para santri dan kyai dalam membangun Indonesia yang merdeka, bersatu, dan berdaulat, sesuai dengan cita-cita para pendiri bangsa.